ANGGARAN NEGARA SEBAIKNYA DIKUCURKAN UNTUK DAERAH MISKIN

Ruteng, tribunusantara.com. Indonesia sebagai Negara kepulauan di bawah bingkai UUD’45 dan Pancasila dalam penyusunan program kerja nasional harus memprioritaskan daerah miskin. Konsekuensinya anggaran harus banyak diberikan kepada daerah yang belum banyak disentuh oleh program-program nasional, seperti berbagai pembangunan infrastruktur, perekonomian, pertanian, perikanan termasuk persoalan pendidikan yang masih jauh dari harapan masyarakat.

Demikian Adrianus Garu, SE, M.Si, salah satu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Propinsi NTT saat menggelar seminar sehari di bawah tema: Reformulasi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN”, di Aula Ranaka, Kantor Bupati Manggarai, NTT, Senin (28/9/2015).Mengambil contoh NTT, katanya, sebagai propinsi kepulauan betul-betul harus menjadi target serius pemerintah pusat dengan tentu dibarengi dengan anggaran yang begitu besar. Ada berbagai pertimbangan mengapa NTT harus diberi dengan anggaran yang besar karena NTT adalah propinsi yang masih jauh dari harapan akan kemakmuran. Ada banyak potensi di NTT, di antaranya pariwisata, pertanian dan perkebunan tetapi anggaran kecil sementara kondisi geografis, potensi sumber daya alam begitu mendukung perekonomian rakyatnya.Kendala lain yang ditemukan adalah pemerintah kabupaten tidak didukung oleh dana pusat. Hal itu dipengaruhi oleh faktor kekuasaan, politik dan sentimen wilayah yang dipikirkan orang pusat tentang daerah populasi penduduknya besar seperti Jawa, ketimbang NTT yang populasi penduduknya kecil.

Di sini, pemerintah pusat hanya getol mengucurkan dana untuk daerah Jawa, sementara NTT termasuk Papua kurang serius diperhatikan.Melihat kondisi tersebut, dia mengambil contoh, tidaklah salah dalam membacakan Pancasila, bahkan orang Papua hanya sampai pada sila ketiga, sila keempat dan kelima tidak ada. Adanya pemahaman seperti itu dikarenakan sikap, pola dan tindakan penganaktirian sikap pemerintah terhadap urusan subjek pembangunan di Indonesia. Korban lain dari politik, jelasnya, adalah mutu pendidikan di Indonesia yang jauh dari harapan sementara dana dari APBN begitu besar mencapai 20%.

Ironisnya pula, menurut Garu, masalah utang Negara yang kian menumpuk dengan meminjam utang luar negeri, konsentrasi pembangunannya hanya di Jawa, di luarnya sukar sekali diperhatikan. Karena itu, dirinya bersama anggota DPD lain, akan getol membantu daerah dari sisi kebijakan anggaran.

“Pemkab tidak harus terus menerus diperintahkan untuk membuat proposal pembangunan, tetapi Pemerintah Pusat sendiri harus berpikir intergratif soal strategi pembangunan di Indonesia yang tidak boleh berat sebelah”, bebernya.Dalam materinya, Andre menekankan, sudah saatnya pemerintah pusat melirik ke model Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

“Ini hal yang perlu dipikirkan lagi ke depannya”, harapnya.Soal pembangunan di Indonesia, tambahnya, ada pelbagai kendala yang dihadapi seperti kendala kepentingan politik. Meski begitu, arah pembangunan harus merata dan penting sekali bisa meniru pembangunan di beberapa Negara lain di dunia, baik arah pembangunannya begitu pula dalam hal pajak.Salah satu sumber APBN, kata dia, berasal dari pajak dan karena itu, pajak harus segera dirubah prosesnya yaitu dengan sistem online dan terbuka.
Mengenai posisi Kepala Daerah, sebaiknya tidak boleh memegang salah satu parpol saat menduduki kursi panas karena patut dicurigai diboncengi oleh kepentingan tertentu yang membuat daerah sukar untuk berkembang pesat.Pemateri lain, Dr. Inosensius Sutam, Pr, menjelaskan, pembangunan sebuah daerah atau wilayah tidak boleh melupakan aspek budayanya. Konsep pembangunan yang benar harus benar-benar bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat lokal, di antaranya melalui pendekatan budaya.

Dr. Sutam menekankan, pembangunan yang beriringan dan berpendekatan dengan budaya akan sangat mudah membuka peluang bagi perekonomian masyarakat. Masyarakat adat atau budaya adalah salah satu tonggak utama perekonomian bangsa. Budaya Manggarai misalnya bisa membangkitkan semangat ekonomi masyarakat ketika pemerintah pusat dan daerah sungguh-sungguh memperhatikan itu.

Konsep-konsep budaya, tegas Dr. Inosensius, sama sekali tidak bertentangan dengan arah dan tujuan pembangunan nasional yaitu bonun commune atau kesejahteraan bersama. Di Manggarai, dia mengambi catatan, sudah saatnya pemerintah pusat dan Pemkab Manggarai untuk tidak melupakan aspek budaya. Pendekatan pembangunan budaya, bisa diharapkan akan memacu ekonomi masyarakat ke arah ekonomi yang lebih baik.Sementara, Pjs Bupati Manggarai, Dr. Marius Jelamu, M.Si, menekankan aspek pembangunan pariwisata yang kuat. Pariwisata dan budaya, kata dia, menjadi salah satu motor penggerak kemajuan ekonomi masyarakat dan karena itu tidak boleh dikesampingkan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan pembangunan daerah. Sebuah pembangunan berjalan dengan baik, tambahnya, pariwisata dan budaya harus serius diperhatikan.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Propinsi NTT itu menyampaikan pula, NTT yang memiliki banyak potensi wisata alam dan budaya tak benda, misalnya di Manggarai, penti sebagai warisan budaya nenek moyang akan menjadi dan sumber dan bank utama pembangunan perekonomian masyarakat NTT, khususnya Manggarai. Karena itu, dirinya meminta agar ke depan, budaya dan pariwisata lainnya harus menjadi jantung utama pembangunan.

Seminar yang ditenggarai oleh Robert K. Funay turut hadir anggota DPRD Manggarai, pimpinan SKPD Kabupaten Manggarai, LSM dan beberapa stakeholders penting di Kabupaten Manggarai tersebut, oleh audiens diharapkan menjadi refrensi bagi Anggota DPD Adrianus Garu, SE, M.Si agar berjuang serius di pusat untuk menarik anggaran dalam membangun daerah NTT jauh lebih baik dari sebelumnya. (Melky Pantur)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.